Oleh : Assoc. Prof. T. Syahrul Reza & Inda Gumilang *)
Belakangan ini ramai di perbincangkan terkait Judicial Review UU Pemilu dan sikap dua kubu yang salah satu mendukung proporsional tertutup dan sebagian menginginkan sebaliknya.
Proporsional terbuka dimaksudkan bahwa para Calon Anggota Legislatif di publikasikan Namanya oleh partai politik yang mengusung sebagai kader sehingga pemilih dapat menjatuhkan pilihan sesuai dengan referensinya terhadap calon tersebut.
Sebaliknya proporsional tertutup justru partai politik yang menentukan siapa kader yang dijadikan anggota legislatif berdasarkan jumlah kursi yang terhimpun dari pemilih meskipun mereka para pemilih tidak mengenal siapa anggota legislatif yang akan mewakilinya.
Popularitas VS Kualitas
Banyak yang bertanya mana yang lebih baik antara proporsional terbuka dengan proporsional tertutup ?, jawaban atas pertanyaan itu adalah tidak ada yang terbaik diantara keduanya karena setiap metode tersebut memiliki kelemahan.
Proporsional terbuka meskipun dinilai lebih demokratis karena pemilih dapat mengenal calon legislatif yang mereka kenali namun kelemahannya unsur popularitas karena selebriti maupun public figure jauh lebih mudah merebut suara pemilih dari pesaingnya meskipun sang public figure secara kualitas akademis dan Capacity Building belum tentu mumpuni.
Dewan Perwakilan Rakyat yang hanya diisi oleh tokoh Public Figure semacam itu tentu akan jauh dari berkualitas yang diharapkan melahirkan produk legislasi yang berkualitas.
Money Politic VS Politic Oligarchy
Sebaliknya sistem proporsional tertutup akan rawan juga dari money politic atau “ dagang sapi “ di dalam internal Partai. Disisi lain kuasa pengurus struktural partai akan sangat dominan menentukan siapa yang “ dinilai “ layak di prioritaskan menjadi anggota Dewan.
Implikasi lain akan semakin menurunkan independensi anggota dewan sebab yang bersangkutan hanyalah “ alat / petugas “ partai bukan individu yang independent dalam bersikap dan beropini.
Bak Buah Simalakama
Dengan demikian kedua system baik proporsional terbuka maupun tertutup bak buah simalakama, keduanya punya kelemahan. Maka solusinya sangat berkaitan dengan seberapa Transparansi, Professional dan Akuntable nya suatu Partai.
Fenomena menunjukkan bahwa sebagian partai-partai besar justru “ dikuasai “ oleh keluarga atau lingkungan primordial tokoh tertentu. Memang sangat diperlukan modernisasi dan kedewasaan politik untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Kuncinya dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara serta meminimalisir semua moral hazard yang lebih mementingkan diri sendiri, keluarga maupun kelompok.
Di samping hal tersebut di atas patut pula di kaji kembali system pemilihan kepala daerah melalui Lembaga legislatif di setiap provinsi, kabupaten dan kota dengan demikian dapat mengurangi biaya politik yang begitu tinggi sehingga puluhan kepala daerah tersandung perilaku korupsi sebagaimana hampir setiap saat kita membaca berita Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Sudah barang tentu untuk merubah sistem politik di Indonesia dengan fenomena yang kita saksikan saat ini diperlukan pemimpin nasional yang punya integritas dan keberanian mereformasi kembali tata kelola demokrasi yang lebih mengedepankan kualitas dengan meminimalisir ongkos politik yang telah menyandra proses demokrasi.
*) Assoc.Prof. T. Syahrul Reza
– Dosen Senior Institut Ilmu Sosial dan Manajemen “STIAMI”( Institut Stiami) Jakarta
– Founder-CEO ASEAN Lecturer Community (ALC)- www.aseanlecturer.com.
*) Inda Gumilang
– Dosen Universitas Banten Jaya Serang “UNBAJA” Serang Banten
More Stories
ICMI Orda Kota Bekasi akan gelar raker di hambalang, begini respon Haryono sebagai pengurus dan Akademisi
66TH MALAYSIA INDEPENDENCE DAY TANTANGAN PERSATUAN NASIONAL RAKYAT MALAYSIA
Fenomena terkini politik Malaysia dan keresahan pengusaha