Oleh: Zulkarnaen Umar
Hari-hari gadget dipenuhi dengan berita covid. Seakan tak henti. Analisa, komentar, saran obat, hingga pengalaman atau kejadian, baik diri sendiri, keluarga, dan sanak famili.
Ada pula dialektika, bahkan berujung debat. Antara fakta vs rekayasa; masyarakat yang membandel vs paranoid; protokol kesehatan vs anti protokol; rumah ibadah vs mall; rumah ibadah buka vs tutup; shaff rapat vs renggang; vaksin vs anti vaksin; masker vs anti masker, …dst.
Bayangkan, jika kita tak pandai memanage bacaan. Habis waktu. Dan tak ketemu pola. Hingga tak punya prinsip dan sikap. Terombang-ambing.
Kami terbiasa mensortir berita. Selalu berusaha mencari titik temu, dan pelajaran utama. Dan kami terbiasa, untuk bertanya pada ahlinya. Sebab tetiba banyak yang merasa ahli dalam ilmu rekayasa dan konflik, atau merasa lebih ahli dari dokter atau ahli virus, atau ahli agama (mujtahid) yang persyaratannya sangat berat. Lalu berdebat. Lucu. Sayang. Kasihan.
Mari kita baca fakta.
▪Faktanya pemerintah pusat maupun daerah hingga sekarang belum mampu menenangkan masyarakat, berupa kebijakan & strategi penanggulangan virus.
▪Faktanya pasien wafat dalam hitungan hari dengan jumlah terus meningkat.
▪Faktanya hampir seluruh rumah sakit penuh. Berhari-hari antri di UGD saja sudah cukup baik, ketimbang terbaring di luar gedung.
▪Faktanya sangat menyedihkan berpisah dengan keluarga, orang² tercinta. Isolasi.
▪Faktanya sakit itu menyakitkan, dan mahal.
▪Faktanya persediaan oksigen semakin mengkhawatirkan.
▪Faktanya, dan ini sangat berat, di beberapa rumah sakit, bahkan di tingkat daerah, APD habis. Resikonya tenaga kesehatan mana berani merawat pasien yang tumpah ruah.
▪Faktanya ambulan, supir, lahan pemakaman, dan tenaga penggali kubur, semakin sulit, dan bertumbangan.
Mari fokus pada solusi.
Bahwa menjaga kesehatan diri, suami/isteri, sanak famili, dan masyarakat, adalah sunnah. Bahkan dalam hal tertentu menjadi wajib.
Bahwa salah satu fungsi syariat adalah hifzhunnafs, menjaga keselamatan manusia. Tak ada satu dalilpun yang membawa semangat mencelakakan manusia, hatta seorang pun.
Maka niatkanlah menjalankan sunnah Nabi, yakni menjaga kesehatan, menjaga keselamatan, membantu meringankan beban orang-orang tercinta, membantu tetangga, membantu tenaga medis, membantu tenaga pemakaman, dst. Bukankah itu mulia? Bukankah itu mulia? Bukankah itu mulia?
Niatkanlah itu semua saat kita memakai masker, menjaga jarak, dst. Adapun jika sudah sedemikian ikhtiar, taqdir Allah kita sakit, positif, bahkan yang wafat sekalipun, insyaa Allah ia sakit atau wafat saat menjalankan sunnah mulia.
Kecelakaan di jalan raya bukan hanya menimpa pada pengendara yang ugal²an, tapi terkadang yang sudah ikhtiar berhati-hati pun bisa celaka. Tapi tentu nilainya beda.
Sakit itu sakit. Betapa sedih isteri, suami, dan anak-anak. Mereka bercucuran air mata. Menanti kita. Ya Rabb…
Bejibun bacaan informasi.
Tak boleh ia mengikis iman kita pada taqdir Allah. Tak boleh melupakan tawakal ilallah, mengalahkan semangat menjalankan sunnah, mengalahkan orientasi segala ikhtiar lillaahi ta’ala.
Bejibun informasi. Tak boleh menyebabkan habis waktu, hingga kita tak ada waktu membaca dan mengkaji berita² langit, alQur’an al-‘Azhim. Padahal di sana solusi. Di sana ketenangan. Di sana kabar² gembira.
More Stories
Renungkan, sebelum terlambat…”Apa yang ditakutkan orangtua”..?
Terbukti manjur, Doa Rasulullah SAW bagi yang terlilit utang
Viral, Tulisan di jaket Ojol bikin nangis penumpang..!