faktaintegritas.id – Sejumlah orang tua tampak mengantarkan anak-anaknya mengikuti sekolah tatap muka terbatas perdana di SMAN 65 Jakarta. Para orang tua tersebut mengenakan dua masker sambil mengantar anaknya hingga gerbang sekolah.
Slamet Widodo, salah satu orang tua siswa menuturkan, ia antusias mendukung anaknya mengikuti sekolah tatap muka kendati sudah menjadi penyintas COVID-19 sekeluarga dengan gejala ringan.
Dengan adanya sejumlah orang tua yang belum mengizinkan anak untuk sekolah tatap muka karena khawatir anak terinfeksi dan menjadi carrier virus, antusiasme ayah dengan anak kelas 12 SMA ini jadi cukup berbeda. Slamet menuturkan, dukungannya pada sekolah tatap muka terbatas bagi sang anak didorong oleh kondisi anak dan manfaat sekolah tatap muka.
“Pertama, anak sudah mendekati titik jenuh sekolah di rumah terus. Kedua, secara benefit atau secara manfaat dari pendidikan online ini sangat minim dibandingkan dengan sekolah offline. Dengan sekolah online, kebutuhan sosial mereka sangat terberangus,” kata Slamet pada detikEdu, Senin (30/8/2021).
Slamet menuturkan, sebagai penyintas dengan gejala ringan, ia percaya diri dapat mendukung anak untuk sekolah tatap muka terbatas dengan menerapkan prokes ketat. Menurutnya, tetap takut untuk memulai ikut sekolah tatap muka justru tidak membuat progres bagi pendidikan sang anak.
“Jadi kalau ada peluang ikut (sekolah tatap muka), saya lebih menyarankan ikut dengan ketentuan sudah percaya diri menjalankannya. Tetapi, buat yang masih takut karena khawatir atau trauma karena keluarga ada yang jadi korban COVID, kita tidak boleh menyalahkan juga ya (untuk tidak ikut sekolah tatap muka terbatas),” kata Slamet.
Slamet menuturkan, sang istri dan anak tertuanya semula terjangkit COVID-19 pada Januari 2021. Setelah bolak-balik rumah sakit, Slamet dan anak keduanya yang kini kelas 12 SMA tersebut gantian terinfeksi. Pada Mei 2021, setelah berhasil menyintas pandemi, anak sulungnya meninggal karena pengobatan tumor paru terkendala selama layanan rumah sakit tutup di masa pandemi.
Musibah tersebut, kata Slamet, membuat keluarganya kian awas terhadap dampak pandemi dan prokes. Untuk menyiapkan sang anak ikut sekolah tatap muka, ia juga berdialog dengan sang anak untuk memastikan jalan yang terbaik dan nyaman untuk anak dan keluarga.
“Setelah sempat positif, termasuk kebiasaan juga diubah, seperti sajadah masing-masing, keperluan mandi masing-masing, diterapkan semuanya. Sebelum sekolah tatap muka, anak juga sudah vaksin pertama, saya Oktober nanti dengan istri vaksin AstraZeneca kedua,” jelas Slamet.
Slamet menuturkan, ia juga memercayakan sang anak untuk ikut sekolah tatap muka detik.com/tag/sekolah-tatap-muka terbatas karena dapat menerapkan prokes dengan baik. “Kadang anak melihat bertemu dengan teman jadi kebebasan, sehingga perlu diingatkan untuk tetap pakai masker dengan benar. Untungnya tidak perlu mengingatkan lagi pada anak saya,” jelasnya.
Orang tua yang juga berprofesi sebagai guru ini menuturkan, dirinya juga antusias mendukung pelaksanaan sekolah tatap muka karena sejumlah situasi PJJ di lapangan. Salah satunya tindakan menyontek dan menghidupkan platform belajar daring tanpa mendengarkan.
Slamet menuturkan, dari berbagai dampak dan situasi yang dirasakan, ia berharap sang anak bisa terus mengikuti PTM terbatas hingga situasi pandemi membaik.
“Kalau ada kesadaran masyarakat yang bagus, lalu dibukanya sekolah tatap muka tidak tambah angka kasus positif, kalau perlu kita kembali ke situasi normal baru. Hidup seperti biasa dengan penambahan prokes, jadi kegiatan pembelajaran seharusnya lancar. Ortu dituntut lebih mengawasi dan mengajak anak waspada tiap hari, sehingga hidup bisa berlanjut terus. Kalau enggak, kita mandek di sini,” tutur Slamet.
Sumber : detik.com
More Stories
GENPRO Kota Bekasi, sowan ke Aleg DPRD, Chairunnisa, bahas kerjasama melejitkan omzet UMKM.
Pelantikan ICMI Kota Bekasi meriah diwarnai pantun oleh Dr Sri Watini, hingga didapuk sebagai “Ratu Pantun Kota Bekasi”
Anak keturunan Bani Salimun Mudik bersama pasca libur lebaran