Dalam rangka menyambut Ramadhan dan melaksanakan terawih di bulan suci ini hampir tiap saat kita mendengar tausiah antara lain tentang Ibadah Puasa yang berintikan mengendalikan hawa nafsu bahkan syaithan (difahami dari mafhum hadist ) “ dibelenggu ” dan “ pintu neraka ditutup“, meskipun ramai juga yang “ memaksa “ hendak buka dan masuk juga . alamak!
Mengendalikan Hawa Nafsu
Selalu kita difahamkan bahwa nafsu manusia tidak mungkin di buang sebab justeru ada hawa nafsu yang membedakan manusia dengan malaikat. disisi lain akal yang membedakan manusia dengan hewan.
Dengan demikian yang harus dilakukan mengendalilan (controlling) hawa nafsu bukan “membunuhnya “. Semua yang penulis sebut diatas sudah sama kita faham bukan perkara baru.
Ada yang sukar saya fahami hingga kini adalah ada sebagian atau sejumlah orang justeru beribadah dengan “landasan hawa nafsu”. Kedengarannya “ paradox “ tetapi kenyataannya ada di sekitar kita terutama di Indonesia lebih spesifik lagi yang penulis dengar dengan telinga sendiri, di Jawa Barat, di Bekasi, di Jakarta juga ada banyak tempat.
Apa yang saya maksud adalah penggunaan pegeras suara (Sound System) yang di gunakan” dengan hawa nafsu” untuk wirid, shalawat dan pengajian ibu-ibu di banyak masjid, surau.
Mereka menggunakan sound system menurut “selera” nya sendiri-sendiri tanpa perduli apakah orang lain, tetangga masjid, surau sedang sakit gigi, kurang sehat, baru pulang kerja shiff atau bayi baru lahir dan orang baru pulang dari rumah sakit yang memerlukan istirahat yang cukup, bad rest.
Bagi mereka bagaimana yang beribadah dengan hawa nafsu tidak peka, tidak sensitif dan tidak perduli dengan “orang lain” di luar masjid, surau. Terpenting baginya “mempertunjukkan” ibadah, yang dalam benaknya hendak “Syiar Islam”. Padahal perilaku nya sama sekali tidak sesuai dengan anjuran islam yang harus disampaikan dengan lemah lembut, berbasis ilmu dan hikmah. Penggunaan pengeras suara yang membisingkan merupakan ibadah dengan hawa nafsu yang difahaminya berbuat “ terpuji “. Mereka para fund raiser tidak faham lingkungan karenanya tidak perduli dengan “local wisdom” dan “ Sensitifity” setempat.
Apabila proses renovasi masjid . surau di tempat tersebut selesai satu tahun, maka dalam masa selama itu pula mereka yang berada disekitar itu “ mengalami Nasib “ kebisingan dengan retorika-retorika dan tape recorder yang di pancarkan dengan pengeras suara. Begitu juga untuk dzikir dan pengajian ibu-ibu
Siapa yang membudayakan para “ fund raiser ” beraksi, tentu saja sejumlah pemimpin komunitas setempat. Para pemimpin komunitas “tidak merasa” bersalah karena bukan mereka yang melakukan aktifitas memungut uang setiap harinya itu.
Jadi jangan heran apabila para muamalaf memberikan testimoni, kalau mau tau kemuliaan islam jangan lihat perilaku muslim. Satu paradox namun nyata adanya. Gagasan Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) mantan Wapres bapak Yusuf Kalla memang benar adanya. Kita mengharapkan melalui Pengurus Besar (PB) NU saat ini dapat menertibkan serta mengedukasi para anggotanya agar Islam Rahmat Lil ‘alamin tidak tercemar oleh perilaku sejumlah kadernya yang salah kaprah tentang dakwah.
PENULIS : Oleh : Assoc. Prof. T Syahrul Reza *)
More Stories
ICMI Orda Kota Bekasi akan gelar raker di hambalang, begini respon Haryono sebagai pengurus dan Akademisi
66TH MALAYSIA INDEPENDENCE DAY TANTANGAN PERSATUAN NASIONAL RAKYAT MALAYSIA
Fenomena terkini politik Malaysia dan keresahan pengusaha